Moringo Oleifera (daun hijau kacang-kacangan) dapat menurunkan tingkat kolesterol dan konsentrasi glukosa pada kelinci, sehingga bila manusia mengonsumsi daging kelinci dimaksud juga dapat menurunkan kolesterolnya, demikian hasil riset yang dilakukan peneliti asal India, YB Rajeswari.

Hal itu disampaikannya pada hari kedua Konferensi Internasional Pengembangbiakan Kelinci (International Conference on Rabbit Production) di Bogor, Rabu.

“Moringa Oleifera dapat digunakan sebagai pakan suplemen non-konvensional pada ternak yang dapat menurunkan kolestrol kelinci,” katanya.

Ia menambahkan bahwa tumbuhan tersebut juga dapat digunakan untuk pengobatan pada pasien penderita jantung dan kegemukan.

Dikemukakannya bahwa penelitian yang dilakukan dengan beberapa sejawat peneliti India lainnya itu dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh pemberian daun Moringa Oleifera pada periode yang berbeda terhadap konsentrasi haemoglobin dan beberapa parameter serum seperti protein serum, kolestrol serum, trigliserida, dan konsentrasi glukosa.

Selama percobaan, rataan kolestrol serum berkisar antara 84.25+3.17 dan 117.30+1.55., dan konsentrasi glukosa serum berkurang nyata pada tingkat pemberian daun Moringa Oleifera 10%.

Sementara itu, anggota panitia konferensi, Ir Bram Brahmantyo, MSi menjelaskan, kegiatan yang diselenggarakan bersama oleh Indonesia Center For Animal and Development, Indonesian Branch-World Rabbit Science Assosiation (IB-WRSA) serta Pemkot Bogor itu, dihadiri 120 peserta dari berbagai negara dan daerah di Indonesia.

Narasumber yang dihadirkan diantaranya dari Belgia, India dan Meksiko. Acara bertujuan untuk membudidayaakan produksi kelinci dan menarik dana di dunia untuk kelinci.

Ia menjelaskan, salah satu target dari acara ini adalah untuk meningkatkan pendapatan peternak di Indonesia khususnya, dan mengetahui kondisi perkembangan kelinci di negara lain.

Acara yang diikuti oleh para peneliti hewan, dosen, pengusaha ternak dan mahasiswa ini, disajikan dengan dua bahasa, yakni Bahasa indonesia dan Inggris.

“Selama kegiatan konferensi, kami banyak memelajari teknologi dan pemeliharaan ternak dengan efisien,” kata Saeful, pengusaha ternak ayam dari Lampung.

Selain itu, Pusat Penelitian Ternak (Puslitnak) Deptan yang berpusat di Kota Bogor pun ikut andil dalam acara ini, dengan mena,pilkan tujuh jenis koleksi kelinci dan juga menggelar bursa kelinci yang dapat dibeli masyarakat.

“Di sini kami menawarkan jenis-jenis kelinci diantaranya `Pelemig Giant` yang harganya berkisar Rp3-5 juta, jenis `Anggora`, `Ruminansia`, `Raja`, dan `Satin`,” kata Dadi (39), salah satu staf Puslitnak.

Sementara itu, Ketua Panitia konferensi, Dr Yono C Rahardjo menjelaskan, sekurangnya delapan negara dari empat benua mengikuti kegiatan tersebut.

Negara peserta yang hadir adalah Amerika Serikat (AS), Meksiko, India, Belgia, Italia, Hongaria, Nigeria dan Indonesia sebagai tuan rumah.

Ia mengaku tak menyangka konferensi itu akan mendapat respon luar biasa. Jumlah peserta mencapai 82 orang terdiri dari 55 % peneliti dan akademisi, 10 % pengusaha kelinci, 20 % peternak, 10 % karyawan penyediaan pangan dan sisanya, sebanyak 5 % berasal dari pelajar dan penggemar kelinci.

Menurut dia, konferensi akan diisi dengan pemaparan sekurangnya 46 makalah yang sudah terkumpul. Setelah acara inti selama dua hari di Kota Bogor, peserta akan bertolak ke Lembang, Bandung dan kemudian mengikuti program selanjutnya di Magelang (Jateng) dan Bali.

Walikota Bogor, Diani Budiarto dalam pidato tertulis yang disampaikan Asisten Sosial Ekonomi Setdakot Bogor, Indra M Roesli –saat membuka konferensi hari Senin (24/7)– menyambut baik diadakannya konferensi itu untuk membuka peluang bagi masyarakat luas memanfaatkan bisnis peternakan kelinci.

“Apalagi tema konferensi ini diperuntukkan industri skala kecil dan menengah, yang tentu saja sangat sesuai dengan perkembangan bisnis pertanian saat ini,” katanya.

Ia mengemukakan, kelinci dikenal luas sebagai hewan yang halal dimakan dengan perkembangbiakan yang sangat cepat. Kemudahan dalam berketurunan inilah yang menyebabkan orang mulai melirik kelinci untuk dikonsumsi.

Selain itu, pemeliharaan kelinci juga relatif mudah dan murah, sehingga dapat dipelihara, baik pada skala kecil di rumah tangga maupun skala besar di peternakan.

Potensi tersebut saat ini mulai dimanfaatkan di beberapa negara berkembang karena pemeliharaan kelinci tidak memerlukan lahan yang luas.

Keuntungan potensial yang bisa didapat dari pemeliharaan kelinci adalah memperluas variasi jenis makanan, mendapatkan penghasilan tambahan, menambah lapangan kerja dan meningkatkan produksi daging sehat berkualitas tinggi.

Namun demikian, katanya, minat untuk beternak kelinci ini dinilai masih rendah, walaupun ada kecenderungan meningkat. Di negara berkembang, masalah yang dihadapi peternak kelinci berkisar pada lemahnya permodalan, kurangnya pengetahuan dan penguasaan teknologi, serta kurangnya sumber makanan, lemahnya manajemen dan mutu peternakan